Rochimawati merincinya sebagai berikut:
1. Kekerasan terhadap jurnalis dan aktivis lingkungan semakin meningkat dan mengkawatirkan. Jurnalis dan aktivis yang kritis terhadap persoalan kerusakan lingkungan, oligarki, penguasaan sumber daya alam, dan lain-lain, dibungkam dengan berbagai cara. Seperti kekerasan hingga pembunuhan, kirminalisasi, bahkan pemidanaan dengan UU ITE yang dialami jurnalis.
2. Kekawatiran kita terhadap perkembangan dari pembahasan RUU Cipta Kerja OmnibusLaw. Sampai saat ini, pemerintah seperti bergeming dengan suara-suara penolakan masyarakat sipil. Media juga mulai mungurangi perhatiannya terhadap OmnibusLaw. Karena itu, di momentum WPFD 2020, kampanye ini sekaligus mendorong awareness kepada media untuk tetap kritis terhadap pemerintah.
3. Isu COVID-19 perlu kita refleksikan bersama sebagai ajakan untuk kembali memerhatikan lingkungan atau alam ini. Porsi pemberitaan media masih relatif sedikit terhadap aspek lingkungan di tengah wabah covid-19 ini.
"Padahal beberapa studi telah menemukan ada korelasi yang amat mungkin antara penyebaran virus dan aspek lingkungan atau dampaknya terhadap lingkungan kita. Selain itu, di tengah penanganan COVID-19, kita juga penting mendorong pemerintah agar transparan dan akuntabel," kata Ketua Umum The Society of Indonesian Environmental Journalist (SIEJ), Rochimawati, Minggu malam, 3 Mei 2020.
Posting Komentar
Posting Komentar