Inidata.id adalah website penyedia layanan berita bisnis, peristiwa, politik, wisata, kuliner, gaya hidup, kesehatan, lingkungan, daerah, nasional dan dunia serta viral milenial, namun beretika.
inidata.id – Provinsi Kalimantan Barat memiliki sumber daya
alam yang melimpah. Sumber daya alam ini meliputi jenis yang juga ditemui di
tempat lain maupun jenis yang hanya dapat dijumpai di Kalimantan Barat yang
biasa disebut jenis endemik.
Jenis endemik ini mempunyai nilai yang tinggi karena
sebarannya yang terbatas. Oleh karena itu, pemanfaatan jenis Tumbuhan dan Satwa
Liar atau TSL harus diatur sehingga tidak terjadi pemanfaatan yang berlebihan.
“Pemanfaatan yang berlebihan pada jangka tertentu akan
mengakibatkan pada kepunahan. Dan kepunahan suatu jenis adalah bencana besar
bagi keseimbangan ekosistem kemudian berdampak buruk bagi kehidupan manusia,”
kata Kepala Balai Konservasi Sumber Daya
Alam (BKSDA) Kalimantan Barat, Sadtata Noor Adirahmanta, hari
ini dalam keterangan resminya.
Pemulihan kondisi keanekaragaman hayati yang belum mencapai
kepunahan memanglah dimungkinkan. Namun
tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Hal ini membutuhkan program jangka
panjang yang intensif. Tentunya hal ini akan memakan waktu dan biaya yang
besar. Oleh karena itu mitigasi kerusakan keanekaragaman hayati menjadi hal
yang mutlak.
Perkembangan populasi penduduk akan menjadi tantangan bagi
konservasi. Pemenuhan kebutuhan penduduk akan berdampak bagi kelangsungan
keanekaragaman hayati. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan keanekaragaman
hayati yang mampu memenuhi kebutuhan penduduk dengan menjamin kelestariannya di
alam.
BKSDA Kalimantan Barat merupakan Unit Pelaksana Teknis dari
Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang berwenang sebagai otoritas
pengelola TSL di Indonesia. Berdasarkan wewenang ini BKSDA Kalimantan Barat
melaksanakan fungsi pemantauan dan pengendalian pemanfaatan TSL secara
berkelanjutan di Kalimantan Barat.
Pengelolaan pemanfaatan TSL di antaranya meliputi tata usaha
pengambilan atau penangkapan dan peredaran TSL. Tata usaha tersebut dilakukan
dengan penerapan sistem administrasi, penerapan ketentuan-ketentuan CITES,
pembinaan terhadap pemanfaat TSL serta penyediaan protokol (prosedur dan
mekanisme) bagi penegakan hukum.
Penangkaran merupakan salah satu bentuk pemanfaatan TSL.
Dengan adanya penangkaran diharapkan pengambilan TSL di alam dapat dibatasi.
Saat ini terdapat beberapa jenis penangkaran di Kalimantan Barat. Penangkaran
tersebut di antaranya penangkaran buaya, penangkaran arwana, penangkaran burung
berkicau dan penangkaran kantong semar.
Seiring perjalanan pengelolaan keanekaragaman hayati di
Kalimantan Barat dijumpai beberapa pelanggaran. Pelanggaran ini antara lain
seperti menyimpan, memiliki, memperdagangkan dan membawa jenis TSL tidak sesuai
dengan prosedur yang telah ditetapkan. BKSDA Kalimantan Barat mencatat upaya
penyelamatan TSL selama rentang waktu Januari - November 2020 adalah sejumlah
273 individu. Jumlah ini merupakan kompilasi penyelamatan TSL berupa serah
terima dari masyarakat, hasil operasi penegakan hukum serta konflik manusia dan
TSL. Tumbuhan dan satwa liar hasil hasil penyelamatan ini kemudian dilakukan
penilaian kesehatan sebelum akhirnya dilepasliarkan ke habitatnya.
Dari 273 individu TSL yang diselamatkan, terdapat jenis
Copsychus saularis atau kacer sejumlah 41 ekor. Satu ekor merupakan hasil
operasi Polhut BKSDA Kalbar dan 40 ekor merupakan serah terima dari penangkar
burung berkicau untuk dilepasliarkan pada acara Robo-Robo di Keraton Mempawah.
Kejadian konflik orangutan masih ditemui yang melibatkan 6 individu orangutan.
Dominan konflik yang terjadi adalah masuknya orangutan ke pemukiman masyarakat.
Pada tahun 2020, BKSDA Kalimantan Barat mendapatkan titipan
TSL hasil operasi Lantamal XII Pontianak. Jenis ini meluputi Pseudeos fuscata
(Nuri Kelam), Cacatua sulphurea (Kakaktua Kecil Jambul Kuning), Cacatua
gelerita (Kakaktua Koki), Cacatua moluccensis (Kakaktua Maluku), Carettochelys
insculpta (Labi-Labi Moncong Babi), Varanus melinus (Biawak Banggai) dan
Tiliqua sp (Bengkarung Lidah Biru). Jenis TSL ini berasal dari Indonesia Timur
dibawa oleh kapal yang melewati wilayah perairan Kalimantan Barat.
BKSDA Kalimantan Barat bekerjasama dengan Direktorat
Jenderal Penegakan Hukum (GAKKUM) KLHK dan Kepolisian Republik Indonesia untuk
proses hukum atas pelanggaran pemanfaatan TSL. BKSDA Kalimantan Barat juga
menerima barang bukti atas kasus pelanggaran pemanfaatan TSL yang sedang
diproses hukum.
BKSDA Kalimantan Barat juga bekerjasama dengan Balai Taman Nasional Gunung Palung, Balai
Taman Nasional Betung Kerihun dan Dana Sentarum, Balai Taman Nasional Bukit
Baka Bukit Raya, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat
serta Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di Kalimantan Barat untuk lokasi
pelepasliaran TSL.
Terdapat beberapa TSL yang tidak dapat dilepasliarkan karena
kondisi fisiknya. Oleh karena itu BKSDA Kalimantan Barat juga bekerjasama
dengan lembaga konservasi yang biasanya berbentuk kebun binatang. Lembaga
konservasi ini baik yang berada di Kalimantan Barat seperti Sinka Island Park
maupun lembaga konservasi di luar Kalimantan Barat seperti Taman Safari dan
Jawa Timur Park.
Dalam rangka memulihkan kesehatan TSL atau sering disebut
rehabilitasi TSL maka BKSDA Kalimantan Barat bekerjasama dengan beberapa pusat
rehabilitasi baik yang ada di Kalimantan Barat seperti YPOS/SOC di Sintang dan
YIARI di Ketapang. Sedangkan pusat rehabilitasi di luar Kalimantan Barat antara
lain BOSF di Samboja Kalimantan Timur dan Kalaweit di Kalimantan Tengah.
Peranan pusat rehabilitasi sangat penting ketika TSL berasal dari hasil
pemeliharaan masyarakat. Sifat liar yang telah hilang sangat penting untuk
ditumbuhkan kembali agar TSL mampu bertahan hidup di alam.
Kejadian pelanggaran pemanfaatan TSL ini juga ditekan dengan
berbagai upaya penyadartahuan. BKSDA Kalimantan Barat bekerjasama dengan
beberapa mitra, beberapa di antaranya Yayasan Planet Indonesia dan Asosiasi
Pengusaha Pedagang Siluk (APPS) dalam kegiatan penyadartahuan yang lebih luas.
BKSDA Kalimantan Barat juga membangun Studio 121 yang merupakan wadah
penyuluhan berbentuk studio film. Dengan konsep milenial, harapannya Studio 121
dapat menanamkan cinta keanekaragaman hayati dengan cara yang bijak kepada
seluruh pengunjungnya.
Berbagai strategi pengelolaan keanekaragaman hayati ini akan
dapat dilaksanakan dengan lebih efektif jika didukung oleh para pihak termasuk
media massa dalam rangka menumbuhkan kesadaran masyarakat luas tentang
pentingnya menjaga kelestarian keanekaragaman hayati Kalimantan Barat. Media
cetak maupun elektronik juga mampu secara efektif membangun kepopuleran upaya
konservasi keanekaragaman hayati pada berbagai tingkatan lapisan masyarakat.
“Oleh karena itu BKSDA Kalimantan Barat mengajak seluruh
komponen masyarakat untuk bersama menjaga kebanggaan daerah dan kebanggaan
nasional berupa tumbuhan dan satwa liar yang nilainya tinggi di dunia
internasional. Menjaga dan merawatnya adalah
amanah dari leluhur dan warisan bagi anak cucu kita,” kata Kepala BKSDA Kalimantan Barat, Sadtata
Noor Adirahmanta.
Posting Komentar
Posting Komentar