Inidata.id - Presiden Republik Indonesia Joko Widodo mengatakan, sekarang ini apa yang ditakuti masyarakat dunia bukan lagi perang atau wabah pandemi, akan tetapi perubahan iklim.
"Apa yang ditakuti dunia saat ini bukan lagi pandemi, bukan lagi perang. Tetapi, yang lebih mengerikan yang ditakuti semua negara adalah perubahan iklim," ucap Jokowi saat membuka Rakornas BNPB 2023 yang berlangsung hybrid di Jakarta, Kamis (2/3/2023).
Perubahan iklim jadi mengerikan karena meningkatkan intensitas bencana alam secara drastis, dengan Indonesia menduduki posisi ketiga teratas negara rawan bencana dengan kenaikan mencapai 81 persen.
Baca Juga: Forum Ekonomi Dunia Kagumi Pemulihan Perekonomian Indonesia dan ASEAN
"Perubahan iklim itu menyebabkan frekuensi bencana alam di dunia naik drastis dan Indonesia menempati tiga teratas paling rawan bencana. Negara kita ini naik 81 persen frekuensi bencana alamnya," katanya menambahkan.
Kepala Negara mengutarakan, lonjakan itu terjadi dalam 12 tahun terakhir, dimana pada 2010 terjadi sebanyak 1,945 bencana dan pada 2022 melonjak menjadi 3,544 bencana.
Oleh karena itu, ia mengingatkan BNPB akan pentingnya tahapan pra bencana, yakni mempersiapkan sekaligus mengedukasi masyarakat dalam mengantisipasi bencana alam.
"Siaga dan waspada itu kunci baik tahap pra-bencana, tanggap darurat. Semua harus disiapkan dan dikelola dengan baik," sambungnya.
Selanjutnya, terkait penanganan bencana di Indonesia, Presiden Jokowi memberikan 'sentilan' cukup keras kepada jajaran BNPB hingga BPBD mengenai penyederhanaan prosedur penyaluran bantuan bencana bagi warga.
Jokowi menyampaikan seruan membuat simpel prosedur penyaluran bantuan bencana.
"Saya minta Pak Suharyanto (Kepala BNPB), juga kepala BPBD, semua sederhanakan. Regulasinya, pak gubernur, pak walikota, pak bupati, sederhanakan. Dalam posisi bencana kecepatan (salurkan bantuan) itu sangat dibutuhkan," tegas Jokowi.
Ia menilai, prosedur bantuan yang yang diterapkan saat ini cukup berbelit hingga berakibat fatal pada korban bencana menjadi sulit mendapat bantuan.
"Saya pernah pengalaman di NTB, di Palu, di Cianjur, saya lihat uangnya ini ada. Kita mau menyampaikan ke masyarakat, masyarakat sudah nunggu-nunggu ternyata ruwetnya (prosedur penyaluran bantuan) setengah mati," imbuhnya.
Baca Juga: Pro-Kontra Loading Ramp, Sebenarnya Permasalahan Apa Saja yang Ditimbulkan?
Artikel Terkait
BPS Ungkap Salah Satu Penyebab Kenaikan Harga Beras
Timbulkan Pro-Kontra, Sebenarnya Apa Itu Loading Ramp dan Fungsinya?
Indonesia-Singapura Bidik Program Tech Talents Hingga Peluang Investasi Green Economy
4 Peregangan Ringan yang Bisa Dilakukan Disela-sela Kesibukan
Ini Data Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kalimantan Barat Tahun 2023